Koneksi antar materi modul 1.4
Halo sobat cer-dik.com pada kesempatan ini saya akan membahas koneksi antara materi dari modul 1.1 sampai 1.4. Silakan baca sampai habis ya, semoga dapat bermanfaat.
Modul 1.1 filosofi pemikiran KHD. Pada modul ini saya mempelajari banyak hal tentang konsep dasar pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara. Beberapa hal yang saya pelajaran diantara
- Pengertian pengajaran dan pendidikan.
- Kosep Pamong, Among, dan Ngemong. Dan nanti dari konsep among ini tercipta tiga semboyan pendidikan yang kita kenal.
- Konsep kodrat alam dan kodrat zaman.
- Konsep Trikon (kontinu, konvergensi, konsentrasi)
- Konsep manusia merdeka menurut KHD.
Dari materi pada modul 1.1 saya dapat mengambil kesimpulan yaitu pendidikan adalah proses menuntut anak dengan segala kodratnya untuk mencapai kebahagiaan dan keselamatan setinggi-tingginya. Selain kebagian dan keselamatan pendidikan diharap juga mampu mencegah manusia-manusia merdeka. Untuk mewujudkan hal tersebut pendidik harus memahami pendidikan bukanlah hal yang kaku, ia terus tumbuh dan berkembang mengikuti zamannya. Kesimpulan ini juga menjadi jembatan untuk masuk ke modul 1.2
Pada modul 1.2 yaitu nilai dan peran guru penggerak. Pada modul saya juga mempelajari banyak hal. Mulai dari konsep tergerak, bergerak, dan menggerakkan. Lingkar pengaruh. Teori kebutuhan. Teori pilih. Psikolog perkembangan hingga pengaruh lingkungan terhadap pembentukan karakter.
Namun dari beberapa materi dimodul ini, semua mengerucut pada nilai dan peran guru penggerak. Adapun lima nilai guru penggerak adalah berpihak pada murid, mandiri, reflektif, kolaboratif, dan inovatif. Kemudian peran guru penggerak yaitu pemimpin pembelajaran, coach bagi guru, mendorong kolaborasi, kepemimpinan murid, menggerakkan komunitas praktisi.
Ada garis merah yang dapat ditarik dari modul 1.1 dan 1.2 yaitu keberpihakan pada murid. Semua nilai dan peran guru penggerak semua harus berorientasi untuk menuntut anak dengan segala kodrat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hakiki baik sebagai individu maupun anggota masyarakat. Garis merah ini yang juga menjadi tangga untuk masuk ke modul selajutnya.
Pada modul 1.3 yaitu visi guru penggerak. Saya mempelajari tentang bagaimana membuat visi menjadi lebih nyata dan realistis. Visi yang juga merupakan tujuan, dalam modul ini juga merupakan tangga pijak pertama yang harus dilewati. Untuk melakukan suatu hal seorang guru penggerak harus mempunyai visi yang dapat dijabarkan.
Dalam penjabar visi inilah modul ini begitu dalam membahasnya. Modul ini mengajarkan saya tentang Inquiry Apresiatif (IA). IA adalah sebuah metode mencapai sebuah visi dengan yang mengedepankan kekuatan positif atau aset yang dimiliki. Motode IA berkonsentrasi pada aset yang dimiliki seseorang atau kelompok hingga menjadikan masalah tidak relevan sebagai halangan.
Pada motede IA kita harus dapat menyusun visi. Setelah visi tersusun maka kita akan melihat kedalam diri dan menganalisis Aset - Tantang - Aksi - Pelajaran (A-T-A-P). Selesai selesai menganalisis A-T-A-P kita beranjak menyusul prakarsa perubahan.
Prakarsa perbuatan ini secara umum dapat diartikan menjadi tangga untuk mencapai Visi. Setelah menyusun prakarsa perubahan kita jabarkan kedalam lima fase B-A-G-J-A (Buat pertanyaan - Ambil pelajaran - Gali Mimpi - Jabarkan Rencana - Atur Eksekusi) dengan fase ini prakarsa perubahan menjadi terukur dan terencana dengan baik.
Dengan demikian benang merah antara modul 1.1, 1.2, 1.3 adalah sebagai guru penggerak kita harus memilih visi dan menjabarkannya dengan terencana dan terukur agar tujuan utama yaitu menuntut anak dengan segala kodratnya untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan dapat terlaksana.
Benang merah ini yang kemudian mengikat dan menghubungkan kita pada modul 1.4 konsep budaya positif. Dalam membentuk budaya positif guru penggerak harus paham tentang konsep manusia merdeka pada modul 1.1 dan teori pilih serta teori kebutuhan pada 1.2.
Pada modul ini kita dikenal dengan konsep hukuman, konsekuensi, dan restitusi. Ketiga hal ini agak-agak mirip namun sangat berbeda dalam pelaksanaannya dan dampak yang muncul.
Dalam menciptakan budaya positif seorang guru memiliki lima posisi kontrol yaitu penghukum, pembuatan rasa bersalah, teman, pemantau dan manajer.
Guru penggerak harus mulai belajar dan dapat mengaplikasikan konsep manajer kita ada yang berlalu tidak sesuai. Melakukan restitusi yaitu sebuah tindakan untuk mengubah indetitas anak yang gagal karena telah berbuat salah menjadi indetitas yang berhasil dengan mengembalikan anak kembali ke lingkungannya dengan karakter yang lebih kuat. Secara sederhana restitusi adalah upaya guru menumbuhkan kesadaran intrinsik dengan pola komunikasi serta dengan metode yang berorientasi pada kesalahan tapi pada tawaran solusi yang lahir dari sebuah kesadaran untuk lebih baik.
Restitusi terdiri dalam tiga tahap berbentuk segitiga yang dikenal dengan segitiga restitusi. Pada bagian dasar adalah menstabilkan indetitas, kemudian didua sisi lainnya adalah memvalidasi kesalahan kemudian menanyakan keyakinan.
Adapun dari modul 1 ini dapat ditarik sebuah koneksi yang jelas.
- Pertama adalah dalam mewujudkan konsep menuntun seorang guru penggerak harus mengimplementasikan nilai dan peran guru penggerak serta menuangkan visi menjadi suatu hal yang dapat diukur agar terbentuk budaya positif baik bagi dirinya, teman sejawat dan utamanya pada siswa.
- Kedua dalam nilai, peran, serta kompetensi guru penggerak adalah modal untuk mewujudkan visi guru penggerak yang mengutamakan disiplin positif agar mampu menuntut anak dengan segala kodrat mencapai kebahagiaan dan keselamatan hakikih baik sebagai individu maupun angota masyarakat.
- Ketiga dalam budaya positif, nilai, peran, serta kompetensi guru penggeraknya merupakan lingkaran yang saling berkoneksi antar satu dengan lainnya, dan kesemuanya bervisi serta berorientasi pada kepentingan anak (menghamba pada murid).
Menjawab Pertanyaan Reflektif
Sejauh mana pemahaman Anda tentang konsep-konsep inti yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: disiplin positif, teori kontrol, teori motivasi, hukuman dan penghargaan, posisi kontrol guru, kebutuhan dasar manusia, keyakinan kelas, dan segitiga restitusi. Adakah hal-hal yang menarik untuk Anda dan di luar dugaan?
Disiplin positif adalah sebuah pendekatan yang bertujuan untuk menumbuhkan budaya positif pada diri berupa nilai kebajikan universal melalui komunikasi dua arah guna menumbuhkan motivasi intrinsik pada diri.
Teori kontrol adalah sebuah teori yang mengungkapkan bahwa segala hal yang dilakukan adalah hasil dari keputusan diri sendiri walaupun begitu besar dorong dari luar. Secara umum terori ini mengatakan semua tindakan memiliki tujuan
Teori motivasi adalah teori yang menjelaskan alasan seseorang melakukan suatu hal. Secara umum ada tiga alasan pertama adalah menghindari hukuman, kedua adalah ingin mendapatkan pujian, dan yang ketiga adalah menghargai diri atau menambah nilai positif diri. Motivasi pertama dan kedua bersifat ekstrinsik sementara yang ketiga bersifat intrinsik.
Hukuman dan penghargaan sering dianggap menjadi sebuah solusi agar seseorang mau ngikutin hal kita mau. Hukuman adalah sesuatu yang tidak nyaman. Sementara didalam pujian terdapat hukuman bagi yang lainnya.
Posisi kontrol guru adalah sebuah posisi yang dimiliki dan diperankan guru untuk mengatur anak (murid) yang bermasalah atau berbuat salah. Terdapat lima posisi kontrol yaitu penghukum, pembuat rasa bersalah, teman, pemantau, dan manajer.
Kebutuhan dasar manusia adalah kebutuhan yang harus dipenuhi agar namun merasa nyaman. Terdapat lima kebutuhan dasar yaitu kebutuhan bertahan hidup, kebutuhan kasih sayang dan rasa, penguasaan, kebebasan, kesenangan.
Keyakinan kelas adalah sebuah keyakinan yang disepakati bersama antar guru dan murid dengan nilai-nilai kebijaksanaan universal.
Segitiga restitusi adalah semua segitiga tahap restitusi terdiri dari menstabilkan identitas, memvalidasi kesalahan dan menanyakan keyakinan.
Perubahan apa yang terjadi pada cara berpikir Anda dalam menciptakan budaya positif di kelas maupun sekolah Anda setelah mempelajari modul ini?
Setelah saya mempelajari modul ini saya menyadari bahwa untuk menciptakan budaya positif di kelas guru harus melihat murid sebagai subjek bukan hanya objek. Memberi kesempatan untuk memahami masuk dan tujuan dari aturan yang disepakati. Hingga mucul motivasi intrinsik dalam diri murid.
Dalam menciptakan budaya positif guru harus mampu menempatkan diri sebagai manajer dan menerapkan restitusi kepada siswa yang mengalami kesalahan. Hal yang membuat saya sadar juga terdapat hukuman dalam pujiannya.
Pengalaman seperti apakah yang pernah Anda alami terkait penerapan konsep-konsep inti dalam modul Budaya Positif baik di lingkup kelas maupun sekolah Anda?
Pengalaman dalam penerapan konsep-konsep budaya positif sebelum membaca modul saya sering berada pada posisi penghukum dan pembuatan rasa bersalah. Namun tak jarang saya juga berposisi sebagai teman. Akan tetap kesemuanya belum menumbuhkan kesadaran intrinsik yang diharapakan.
Ketika saya mengerjakan tugas demonstrasi konseptual saya menyadari fase dan tahap restitusi. Mulai dari membuat keyakinan kelas hingga fase restitusi ketika ada anak yang mengalami masalah.
Bagaimanakah perasaan Anda ketika mengalami hal-hal tersebut?
Merasa serba salah karena sebelum membaca modul ini banyak hal yang saya anggap benar ternyataa keliru. Namun saya juga merasa bersyukur karena telah mengetahui titik terang dan cara melaui restitusi sebagai upaya memulihkan anak yang mengalami masalah.
Menurut Anda, terkait pengalaman dalam penerapan konsep-konsep tersebut, hal apa sajakah yang sudah baik? Adakah yang perlu diperbaiki?
Ada beberapa hal yang masih menjadi tanda tanya dalam benak saya. Apakah konsep restitusi dapat diterapkan kepada anak yang mengalami masalah yang sama lebih dari dua atau tiga kali. Ataukah restitusi hanya dilakukan di kesalahan pertama.
Sebelum mempelajari modul ini, ketika berinteraksi dengan murid, berdasarkan 5 posisi kontrol, posisi manakah yang paling sering Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda saat itu? Setelah mempelajari modul ini, posisi apa yang Anda pakai, dan bagaimana perasaan Anda sekarang? Apa perbedaannya?
Sebelum mempelajari modul ini saya lebih sering memerankan posisi kontrol sebagai penghukum dan pembuat kesalahan ketika ada anak yang bermasalah. Pada anak-anak tertentu saya mengambil peran sebagai teman. Saya juga sudah menerapkan peraturan kelas mencoba untuk jadi pemantau, namun belum sempurna.
Setelah mempelajari modul ini saya akan menerapkan posisi kontrol sebagai manajer dan pemantau secara bergantian sebagai upaya membangun kesadaran intrinsik pada murid.
Perasaan saya setelah mempelajari modul ini adalah tercerahkan karena selama ini saya merasa kebingungan setelah konsekuensi lalu apa lagi karena saya rasa belum efektif. Hingga akhirnya saya paham konsep restitusi yang memberikan kesempatan anak untuk memperbaiki, bukan hanya kesempatan namun mengembalikan anak dengan karakter yang lebih kuat.
Sebelum mempelajari modul ini, pernahkah Anda menerapkan segitiga restitusi ketika menghadapi permasalahan murid Anda? Jika iya, tahap mana yang Anda praktekkan dan bagaimana Anda mempraktekkannya?
Saya belum pernah menerapkan secara menyeluruh. Jikalau secara parsial saya hanya menerapkan fase 2 menanyakan kesalahan, apa yang telah ia lakukan lalu mengapa melakukan hal tersebut dan fase 3 menanyakan keyakinan dengan cara memberikan kesempatan untuk siswa mengungkapkan hal yang menurutnya baik namun kesemua itu tanpa menstabilkan identitas dan nada bicara yang emosional.
Selain konsep-konsep yang disampaikan dalam modul ini, adakah hal-hal lain yang menurut Anda penting untuk dipelajari dalam proses menciptakan budaya positif baik di lingkungan kelas maupun sekolah?
Menumbuhkan buyada positif bukan hanya dapat dilakukan dengan menerima disiplin positif namun juga memberikan contoh yang sesuai dengan keyakinan bersama.
Demikian pembahasan saya tentang koneksi antar materi modul 1.4 dan menjadi pertanyaan pemantik yang disajikan. Terimakasih telah membaca. Kamu dalam menikmati tayangan youtube kami pada video yang telah di sajikan.