Selepas Hujan Reda – Bergerak dalam pendampingan.
Salah satu kegiatan dalam program guru penggerak adalah pendampingan
individi. Kegiatan pendampingan individu atau yang sering disingkat dengan PI
adalah kegiatan dimana calon guru penggerak akan ditemani langsung oleh
pengajar praktik dengan siklus pertemuan per bulan jika tidak salah ingat.
Pengajar praktik adalah orang yang ditunjuk untuk mendampingi
guru penggerak dari awal masuk program guru penggerak hingga akhir kegiatan.
Dengan kata lain pengajar praktik atau PP adalah pamong bagi calon guru penggerak.
Tentu bagi ibu bapak yang belum bergabung dengan program guru penggerak akan kebingguang.
Bukannya ada fasilitator, dan instruktur, lalu mengapa ada pengajar praktik
lagi?
Berbeda dengan fasilita
tor dan instruktur yang pertemuannya
melalui dunia maya, pengajar praktik atau PP dibutuhkan sebagai patner diskusi
real yang mengetahui kondisi lapangan dan nyata calon guru penggerak. Umumnya
PP dipilih karena letak sekolah tidak jauh dengan sekolah para CGP. Jadi secara
sosiokultur PP mengetahui iklim masyarakat, budaya, dan hal-hal yang terjadi di
sekitar CGP lebih update.
Oke Back to theme, Pendampingan Individu ke dua. Pendampingan individu
atau PI 2 dilaksanakan setelah libur paruh waktu CGP. PI tepat dilaksanakan setelah
satu minggu LMS aktif awal bulan febuari dimana BMKG memperdiksikan cuaca Jakarta
tidak bersahabat.
Saya mendapatkan urutan terakhir dari 7 calon guru penggerak
yang ada di wilayah Jatinegara dan Duren sawit. Rasanya cukup dag-dig-dug,
apakah PI 2 berjalan dengan baik. Apakah saya akan mendapatkan penilaian baik?
Apakah dan Apakah.
Tepat waktunya tiba, 9 Febuari 2023 cuaca berangin sedari
pagi. Awan menggantung di hamparan langit
biru yang terbentang memayungi Jakarta dengan gedung-gedung tingginya. Sesekali
awan komulos menteror dan menebar kecemasan akan datangnya hujan.
Murid-murid sudah saya jelaskan sedari awal pembelajaran
bahwa hari ini saya tidak dapat membersamai mereka sampai akhir pelajaran.
Karena pada pukul 10 saya harus menyiapkan semuanya, mulai dari ruangan hingga
perlengkapan untuk diskusi.
Pada PI dua ini saya melibatkan kepala sekolah, lima rekan
guru sebagai teman sejawat, serta satu perwakilan tendik guna mendiskusikan
visi sekolah yang selama ini terpampang di tembok sekolah tepat barat laut
westafel tempat murid melakukan pembiasaan cuci tangan. 10.30 saya berniat
menjemput PP di sekolah yang telah kami sepakati, namun gerimis dan angin
tiba-tiba hadir dari arah berlawanan menghalau dan membuat ku putar arah.
Kembali ke sekolah cuaca semakin buruk, hujan, angin seolah
berkomplot untuk menggagalkan pemdampingan individu saya hari ini. Sementara PP
saya sudah hadir di sekolah yang kita telah sepakati untuk di jemput.
Dengan sigap bagai prajurit yang menerima titah dari
atasanya, ketika WhatsApp masuk dengan pesan.
“Assalamuallaikum Pak, Saya sudah sampai ke sekolah yang bapak
arahkan”.
Langsung saya jawab “siap bu, saya segera meluncur”.
Hujan masih saja mengguyur Cipinang dengan derasnya, seolah
kami yang ada di sini harus mandi hujan agar bersih lahir dan batin. Yasudah,
saya ganti sepatu dengan sedal, berjalan di tepi-tepi gedung menghidari hujan
menuju motor dan mengenakan jas hujan 15 ribuan berwarna biru yang terbuat dari
plastik kresek.
Melesat di tengah serbuan air dari langit, entah sinyal baik
atau sinyal buruk, saya hanya menjalani takdir yang sudah diberikan. Begitu isi
hati saya di atas motor Jupiter MX keluaran 2010-an kala itu. Sampai di gerbang
sekolah, caraka tidak terlihat didepan gerbang, saya bergegas turun membuka
gerbang sendiri.
Mata saya masih terus celingak-celinguk mencari tanda
keberadaan PP yang mendampingi saya. Orang bapak agak tua memberikan tanda menunjuk
satu ruangkan. Belakangan baru tahu ia adalah caraka. Terlihat Ibu PP sudah
disambut oleh ibu kepala sekolah tersebut. Bersyukurnya saya adalah H-2 sebelum
hari itu saya sudah berpamitan kepada ibu kepala sekolah, bahwa akan ada tamu
dua hari lagi tapi hanya singgah untuk parkir. Maklum saya sekolah tempat saya
mengajar tepat di tengah pemukiman penduduk yang akses jalannya cukup sulit. Sudah
jalan sempit, banyak yang parkir liar pula, bahkan jika ada mobil papasan salah
satu harus rela mengalah dan mudur.
Saya agak kikuk siang itu, menerima tamu dengan status
sebagai tamu. Sungguh sesuatu yang aneh, namun apa boleh buat, begitu keadaannya.
Sambil menunggu hujan sedikit reda, saya, ibu PP, dan ibu kepala sekolah
melepas hening dan kekakuan dengan sedikit gurauan dan obrolan ringan. Selepas
hujan agak reda ibu PP memutuskan untuk berangkat kesekolah saya. Waktu kami
sudah molor 30 menit dari rencana awal.
Setiba di sekolah, saya menghadap kepala sekolah dan
mengumpulkan teman-teman untuk memulai diskusi. Dibuka oleh ibu PP yang bertindak
sebagai moderator sekaligus observer diskusi. Diskusi berlangsung dengan dengan
hangat ditengah sisa hujan, dan dinginnya ruang rapat. Pada saat itu saya
bertindak sebagai pemandu diskusi mirip Karni Ilyas dalam acara ILC yang
bertugas untuk menggali pendapat dan masukan pada peserta rapat.
Tak terasa hampir dua jam saya dan teman-teman berdiskusi.
Kebetulan pada siang itu kepala sekolah saya harus pergi menghadiri rapat
penentuan jadwal klister baik di binaan. Memang agenda rapat kepala sekolah
sangat padat melebihi dapatnya safana di puncak gunung gede.
Pukul 12.30 saya putuskan break dengan aba-aba dari
ibu PP. Teman-teman diskusi berangsur meninggalkan ruang rapat. Saya dan ibu PP
pun sama, melaksanakan sholat lalu kembali untuk makan siang. Sambil makan
siang kami melanjutkan pendampingan individu.
Banyak hal baru yang saya dapat dari ibu PP, banyak pengalaman
yang sudah beliau curahkan dan serap menjadi ilmu-ilmu baru yang rencananya
akan saya terapkan di kelas. Memang benar pengalaman adalah guru terbaik, tapi
bukan berarti kita harus melakukan, kita bisa menjadikan pengalaman orang lain
sebagai guru juga bukan.
Pada momen itu beliau juga menanyakan kepada saya hambatan
dan apa yang telah saya lakukan selama ini. Solusi apa yang telah saya ambil
untuk memecahkan masalah tersebut. Kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi
dengan penuh kejujuran menjadi kunci dari percakapan siang itu. Dengan kemampuan
berbicara serta kesabaran mendengarkan apa yang saya ungkapkan, memberikan kesan
positif dari saya untuk ibu PP.
Selepas obrolan panjang yang penuh dengan hikmah, tentu
waktu tidak terasa bergulir begitu saya. Saya mengantarkan ibu PP kembali ke
sekolah awal dimana mobilnya terpakir. Tiba disana saya pun berpamitan dengan
kepala sekolah dan caraka yang telah berbaik hati meminjamkan sebagian lapangan
untuk parkir. Terimakasih semua, dan untuk hujan terimakasih telah membukan
cerita ini. Salam dan Bahagia.