Haruskah kita menjadi pintar?
“Anak pintar”, kata ini adalah kata pujian yang sering
muncul ketika kita mengerjakan sesuatu dengan tepat. Sedari kecil kita didokrin
untuk menjadi pintar dan diharapkan untuk menjadi pintar. Kata pintar sering
kali terdengar diwaktu orang tua mengajari anaknya, mulai dari kemampuan makan
sendiri, bisa berjalan, pipis di toilet, sampai mau untuk bersalaman dengan
orang lain.
Namun kata pintar yang tadinya bersifat pujian umum,
semenjak kita masuk ke sekolah menjadi berbeda, sempit, dan kompetitif. Pintar
menjadi pujian yang kita dapatkan ketika kita berhasil mengerjakan tugas-tugas
belajar. Mulai dari menjawab soal, membaca, dan berhitung. Pintar terasosiakan
pada kemampuan kognitif belaka. Terasosiasikan pada persaingan dan kemenangan.
Anak-anak yang pintar di sekolah tentu sering sekali
mendapatkan pujian dari guru, teman bahkan keluarga. Menjadi bintang kelas yang
dikagumi oleh teman-teman. Bahkan menjadi idola adik kelas dan jadi ikon
sekolah. Maka tidak salah semua orang berharap menjadi pintar.
Namun seberapa penting kita menjadi pintar? Boleh tidak kita
menolak untuk menjadi pintar? Mengapa kita harus menjadi pintar? Untuk menjawab
pertanyaan reflektif ini tentu kita harus merenungkannya.
Seberapa penting kita menjadi pintar?
Sebelum jauh menjawab pertanyaan pertama kita coba
mendudukan arti kata pintar. Dalam KBBI yang saya download di play store,
pintar bermakna cerdik, pandai lainnya. Pintar sering digunakan di dunia
pendidikan, di ruang-ruang kelas sebagai bentuk pujian kepada seseorang yang
bisa mengerjakan sesuatu dengan benar.
Dalam dunia nyata yang tidak terbatas tembok-tembok kelas,
pintar adalah salah satu komponen kesuksesan. Kita tentu familiar dengan
bisnismen nyentrik yaitu Bob Sadino. Ia pernah berkata bahwa, “orang pinter itu
kebanyakan ide dan akhirnya tidak ada satupun yang jadi kenyataan”. Atau
perkataan yang lain yaitu, “orang goblok memperkerjakan orang pinter”. Dan Ia
selalu mencontohkan pada dirinya sendiri yang sukses menjadi bisnismen ternama di tanah air.
Dari banyak kehidupan orang-orang sukses, mungkin mereka
pintar tapi bukan hanya pintar yang membuat orang sukses. Banyak hal yang
mereka miliki mulai dari keberanian, integritas, kerja keras, percaya diri,
komunikatif, hingga banyaknya jaringan yang dimiliki. Bahkan dalam banyak
artikel kejujuran menjadi faktor utama dari kesuksesan, lalu disiplin, dan kemudian
jaringan. Hal ini menunjukan bahwa tidak melulu pintar itu sukses, walaupun
orang sukses bisa jadi pintar.
Boleh tidak kita menolak untuk pintar?
Jika kita kembali pada pemaknaan yang sempit tentang kata
‘pintar’. Pintar hanya terasosiasikan pada kemampuan berhitung, menulis,
membaca, dan kerja-kerja kognitif saja, tentu kita bisa menolaknya. Seseorang
bisa saja tidak pintar pada satu bidang, namun pada bidang lain ia sangat
menguasai.
Sudah banyak teori menjelaskan tentang multipe intelegen
atau kecerdasan manjemuk yang dimiliki tiap manusia. Dalam dunia pendidikan,
kita juga sudah mengenal istilah pembelajaran diferensiasi. Pembelajaran yang menyesuaikan dengan kemampuan awal, gaya belajar hingga peminatan.
Kita harusnya dapat menemukan bakat yang dimiliki setiap
anak, dan memupuk peminatannya agar menjadi motivasi besar pada diri anak.
untuk terus mengembangkan bakatnya bukan malah sebaliknya, yaitu mengembakan
minatnya, yang nantinya malah menjadi kerja dua kali.
Jika kita mengacu pada hal ini maka setiap orang berhak
menolak untuk menjadi ‘pintar’ dalam definisi sempit. Karena setiap orang
memiliki peminatan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Setiap orang
punya kepintarnya dan tidak dapat didefinisikan secara sempit.
Mengapa kita harus pintar?
Banyak alasan yang bisa dikemukakan untuk menjawab
pertanyaan ini. Orang yang pintar tentu akan banyak pasang mata melihatnya. Banyak
kepercayaan yang akan menghapirinya. Serta banyak tugas yang harus
diselesaiakannya.
Ketika kita menjadi orang pintar tentu banyak peluang kita
untuk mencoba suatu hal baru. Kesempatan ini menjadi modal pengalaman dan
pengetahuan penting yang tidak dimiliki orang lain. Dengan banyaknya
tanggungjawab yang ada pada diri kita tentu lebih banyak juga peluang untuk
berbuat baik dan benar.
Karena apa yang kita putuskan untuk diri kita akan berdampak
pada orang lain. dan setiap orang memiliki berbagai alasan menjadi orang
pintar.
Lalu haruskan kita menjadi pintar? silakan jawab sendiri dan
renungkan.